Pulau Lepeh dan Hanibung Jadi Kawasan Konservasi dan Wisata Satwa

TINTABORNEO.COM, Sampit – Serangan buaya yang menewaskan seorang warga di Desa Babaung, Kecamatan Pulau Hanaut, menjadi alarm keras bagi pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) untuk bergerak cepat. Bupati Halikinnor tidak hanya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban, tetapi juga merespons dengan langkah konkret yang mengedepankan solusi jangka panjang, mengubah wilayah rawan konflik menjadi pusat konservasi dan destinasi wisata berbasis satwa liar.
“Kami prihatin dengan kejadian ini. Tapi di balik musibah, ada peluang untuk membenahi hubungan antara manusia dan satwa,” ujar Halikinnor, Selasa (8/4/2025).
Sebagai langkah awal, Pemkab mengimbau masyarakat untuk menghindari aktivitas di sungai-sungai yang menjadi habitat buaya. Namun lebih dari itu, pemerintah juga tengah merintis ide besar, yakni menjadikan Pulau Lepeh sebagai penangkaran buaya sekaligus tujuan wisata edukatif.
“Kalau buaya kenyang dan habitatnya terjaga, mereka tidak akan mencari mangsa ke pemukiman,” jelasnya.
Konsep yang diusung bukan semata penangkaran, tetapi integrasi antara konservasi dan ekowisata. Di Pulau Lepeh, buaya akan diberi makan secara rutin, sehingga mengurangi potensi konflik. Tempat ini juga dirancang sebagai destinasi wisata alam, dengan atraksi edukatif seputar satwa liar.
Namun, rencana ambisius ini masih terganjal persoalan izin yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pertahanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Halikinnor berharap percepatan izin segera terealisasi agar program bisa berjalan.
Tidak hanya Pulau Lepeh, Pulau Hanibung di Desa Camba, Kecamatan Kotabesi juga diproyeksikan menjadi taman satwa terpadu. Pulau ini akan difungsikan sebagai tempat penampungan dan rehabilitasi satwa liar seperti orangutan dan buaya hasil penyelamatan dari kawasan permukiman.
“Selama ini, satwa seperti orangutan dikirim ke Tanjung Puting. Padahal, kita bisa kelola sendiri di sini. Sudah ada puluhan ekor yang berhasil diselamatkan,” kata Halikinnor.
Guna merealisasikan kawasan konservasi ini, Pemkab juga berencana menggandeng sektor swasta melalui program CSR. Mulai dari penyediaan bibit ikan untuk rantai makanan alami buaya, hingga pembangunan fasilitas penunjang wisata seperti penginapan terapung.
“Bayangkan, rumah lanting yang disulap jadi hotel di tengah sungai, dengan latar alam liar Kalimantan. Ini bisa jadi daya tarik luar biasa,” ujarnya penuh harap.
Bupati menekankan, inisiatif ini bukan sekadar untuk menghindari konflik, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis konservasi. Ia pun mengajak semua pihak, termasuk masyarakat dan pemerintah pusat, untuk bergotong royong mewujudkannya. (dk)