Pendatang Baru Perbesar Angka Kemiskinan di Kotim

|
<p>Bupati Kotim Halikinnor</p>

Bupati Kotim Halikinnor


TINTABORNEO.COM, Sampit – Arus balik pasca-Lebaran bukan hanya soal kepadatan lalu lintas. Di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), fenomena ini ikut memicu persoalan baru: meningkatnya beban angka kemiskinan akibat gelombang pendatang baru yang datang mencari peruntungan.

Bupati Kotim, Halikinnor, mengungkapkan bahwa tren masuknya warga dari luar daerah setiap tahun menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah. Banyak dari para pendatang itu tiba tanpa keterampilan memadai dan akhirnya menambah jumlah warga miskin di kabupaten dengan populasi terbesar di Kalteng ini.

“Setelah Lebaran, tidak sedikit warga yang pulang kampung lalu kembali membawa sanak saudara mereka untuk ikut menetap. Tapi sayangnya, tidak semua siap secara ekonomi maupun keterampilan,” ujarnya, Selasa (22/4/2025).

Meski persentase kemiskinan di Kotim mengalami penurunan dari 5,95 persen pada 2022 menjadi 5,66 persen pada 2024, angka absolutnya tetap tinggi karena jumlah penduduk yang terus bertambah. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, Kotim masih menempati posisi teratas dalam jumlah warga miskin di Kalteng.

“Jumlah penduduk kita paling banyak, jadi meskipun secara persentase menurun, beban angka kemiskinan tetap terasa besar,” lanjut Halikinnor.

Aksesibilitas Kotim yang mudah dijangkau lewat jalur darat, laut, dan udara menjadikannya magnet bagi pendatang. Namun kondisi ini memerlukan penanganan serius agar tidak menjadi beban sosial jangka panjang.

“Kami tentu tidak bisa membatasi orang datang. Tapi memang ada yang akhirnya terlantar, dan pemerintah harus turun tangan. Kadang, dalam kasus tertentu, kami bantu mereka kembali ke daerah asal,” katanya.

Di tengah tantangan ini, Pemkab Kotim terus menggulirkan berbagai upaya pengentasan kemiskinan, termasuk program pemberdayaan UMKM yang menyasar 3.000 pelaku usaha kecil melalui pendanaan dari APBD.

“Kami berupaya memperkuat ekonomi kerakyatan. Memang tidak mudah karena mobilitas penduduk tinggi, tapi kami pastikan intervensi kami tepat sasaran,” ujar Halikinnor.

Ia menegaskan, keberhasilan penanganan kemiskinan tak hanya dilihat dari angka statistik, melainkan dari dampaknya langsung di masyarakat.

“Progres itu penting. Kami tidak hanya mengejar angka, tapi bagaimana kehidupan masyarakat bisa benar-benar membaik,” tutupnya. (dk)