Sungai Mentaya Jadi Tantangan Utama Distribusi Pangan di Kotim

Kapal PT DLU saat akan berlayar dari Pelabuhan Sampit menuju Surabaya.
TINTABORNEO.COM, Sampit – Harapan warga Kotawaringin Timur (Kotim) untuk mendapatkan bahan pangan dengan harga terjangkau masih terganjal kondisi Sungai Mentaya yang dangkal. Pasalnya, kapal-kapal besar pembawa logistik dari Pulau Jawa tak bisa sandar di Pelabuhan Sampit, sehingga distribusi bahan pokok pun terbatas.
“Kalau kapal besar bisa masuk, harga sembako pasti lebih murah. Sekarang ini alurnya nggak memungkinkan, jadi distribusi terbatas dan berimbas ke harga,” ujar Manajer Dharma Lautan Utama (DLU) Cabang Sampit, Hendrik Sugiharto.
Sebagai perusahaan transportasi laut yang rutin mengangkut bahan pangan ke Kalimantan Tengah, DLU hanya bisa mengoperasikan kapal berukuran kecil menuju Sampit. Kondisi ini membuat pengiriman dari Jawa ke Kotim berjalan lambat, dengan frekuensi pengiriman hanya empat hari sekali.
Meski pelabuhan Sampit strategis karena berada di tengah kota dan memudahkan distribusi ke pedagang, namun persoalan alur sungai tetap menjadi hambatan utama.
“Ekonomi masyarakat jadi ikut terdampak. Ini bukan cuma soal kapal, tapi juga soal harga barang yang akhirnya tinggi karena distribusi tidak optimal,” jelas Hendrik.
Ia pun berharap pemerintah segera memberi perhatian serius terhadap perbaikan infrastruktur Sungai Mentaya. Dengan alur yang memadai untuk kapal besar, ia yakin distribusi bahan pangan bisa lebih lancar dan harga kebutuhan pokok di Kotim pun ikut stabil.
“Coba lihat Kalimantan Selatan, harga barang di sana lebih bersaing karena alur sungainya mendukung. Kalau Sampit bisa begitu, masyarakat pasti lebih diuntungkan,” tambahnya.
Hingga kini, kondisi alur sungai menjadi pekerjaan rumah yang terus diperjuangkan banyak pihak demi menekan inflasi daerah dan menjaga daya beli masyarakat. (dk)