RSUD dr. Murjani Klarifikasi Penanganan Pasien di Ruang Teratai  

|
<p>Tampak RSUD dr Murjani Sampit dari depan</p>

Tampak RSUD dr Murjani Sampit dari depan


TINTABORNEO,Sampit– RSUD dr. Murjani Sampit memberikan klarifikasi atas dugaan salah penanganan yang dilayangkan oleh keluarga pasien yang meninggal dunia di ruang Teratai. Pihak rumah sakit menegaskan bahwa seluruh tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur medis berdasarkan hasil pemeriksaan yang ada.  

Dr. Dwi Harjo Suyanto, dokter spesialis kedokteran jiwa atau psikiatri di RSUD dr. Murjani Sampit, menjelaskan bahwa pasien awalnya masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) dengan keluhan utama sakit kepala hebat dan gelisah. Dokter yang bertugas di UGD mencurigai adanya gangguan pada sistem saraf sehingga dilakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk pemeriksaan laboratorium dan radiologi.  

“Hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya kelainan pada darah maupun organ kepala. Setelah itu, pasien dikonsultasikan kepada saya. Karena tidak ada indikasi gangguan fisik serius, pasien ditempatkan di ruang isolasi khusus, bukan ruang kejiwaan biasa,” ungkap dr. Dwi, Sabtu, (28/12/2024).

Ruang isolasi ini, lanjutnya, dirancang untuk pasien yang diduga mengalami dua kemungkinan, yakni masalah kebingungan (psikologis) atau masalah fisik yang belum teridentifikasi. Penempatan ini dimaksudkan untuk memudahkan observasi lanjutan dan penegakan diagnosis, baik oleh dokter saraf maupun spesialis lainnya.  

“Ruang ini berbeda dengan ruang pasien gangguan jiwa lainnya. Di sini fasilitasnya mirip dengan ruang perawatan biasa, sehingga memudahkan dokter untuk menentukan apakah gangguan tersebut murni fisik, murni psikis, atau kombinasi keduanya,” jelas dr. Dwi.  

Selama di ruang isolasi, pasien mendapatkan perawatan berupa pemasangan infus dan pemberian obat untuk mendukung kondisinya. Namun, dalam proses observasi tersebut, kondisi pasien berubah sangat cepat.  

“Kami juga melakukan pemeriksaan ulang, termasuk membaca hasil foto kepala untuk memastikan. Namun, hasilnya tetap menunjukkan bahwa tidak ada kelainan fisik yang serius,” tambahnya.  

Dr. Dwi juga menyebutkan bahwa pihak rumah sakit berusaha memberikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai kondisi dan langkah medis yang diambil. Edukasi ini, menurutnya, bertujuan untuk memberikan pemahaman terkait proses observasi yang tengah dilakukan.  

“Kami sudah mencoba melakukan koordinasi dengan keluarga, termasuk menjelaskan skenario apa saja yang mungkin terjadi selama menunggu hasil diagnosis,” katanya.  

Meski demikian, dr. Dwi tidak menampik bahwa kondisi pasien sangat dinamis, sehingga proses penegakan diagnosis menjadi lebih kompleks.  

“Kami sangat menyesali kejadian ini. Kami, sebagai dokter, tentu ingin memberikan hasil terbaik untuk pasien. Namun, dalam prosesnya, kondisi pasien berubah dengan sangat cepat sehingga tidak memberikan waktu lebih banyak bagi kami untuk menangani,” ungkap dr. Dwi.  

Pihak RSUD dr. Murjani berkomitmen untuk terus mengevaluasi sistem pelayanan mereka agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. (li)